Gender merupakan salah satu topik perbincangan yang hangat media
formal maupun informal dalam analisis sosial budaya. Masih banyak yang
menganggap gender sebagai jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan.
Memahami konsep gender harus dibedakan antara kata
gender dengan seks. Seks atau jenis kelamin merupakan penafsiran atau
pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu.
Dalam dimensi
sosial-budaya adalah patokan penting bagaimana laki-laki dan perempuan
memiliki hak, kewajiban maupun perilaku dan kepribadian sebagaimana
kodratnya. Menurut Santrock (2003: 365) mengemukakan bahwa istilah
gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Isilah seks
(jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan
perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang
laki-laki dan perempuan.
Menurut definisinya, Baron
(2000: 188) mengartikan bahwa gender merupakan sebagian dari konsep diri
yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau
perempuan. Identifikasi dalam hal ini dimaksudkan sebagi ciri-ciri
perilaku khas sebagai laki-laki ataupun perempuan.
Selain
itu, istilah gender merujuk pada karakteristik dan ciri-ciri sosial
yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri
yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis,
melainkan juga pada interpretasi sosial dan cultural tentang apa artinya
menjadi laki-laki atau perempuan (Rahmawati, 2004: 19).
Berdasarkan
pendapat ahli-ahli tersebut, Dapat disimpulkan pengertian Gender adalah
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat
dari nilai dan tingkah laku. Gender adalah suatu konsep kultural,
berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan
yang berkembang dalam masyarakat. Sehingga Gender merupakan aspek
hubungan sosial yang dikaitkan dengan diferensiasi seksual atau jenis
kelamin pada manusia.
Gender dipertimbangkan dengan mengacu pada perbedaan sosial dan budaya
daripada yang biologis. Istilah ini juga digunakan secara lebih luas
untuk menunjukkan berbagai identitas perilaku laki-laki atau perempuan
Proses
pembentukan perilaku yang diajarkan secara turun-temurun oleh orangtua
kita, masyarakat, bahkan lembaga pendidikan yang ada dengan sengaja atau
tanpa sengaja memberikan peran yang sehingga membuat kita berpikir
bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang harus kita jalankan.
Bahkan, kita menganggapnya sebagai kodrat. Contohnya mainan anak
laki-laki diidentifikasikan mobil-mobilan dan anak perempuan khas dengan
bonekanya.
”WE ARE ALL BORN EQUAL”
Kesetaraan gender adalah kalimat yang seringkali kita dengar terucap dalam diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah referensi.
Kesetaraan
gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional
(hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi
antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan
memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Sumber
Baron, A. R. (Alih bahasa Ratna Juwita). (2000). Psikologi Sosial. Bandung: Khazanah Intelektual.
Rahmawati,
A. (2004). Persepsi Remaja tentang Konsep Maskulin dan Feminim Dilihat
dari Beberapa Latar Belakangnya. Skripsi pada Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Santrock, J. W. (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Wow. Teruslah meggapai sesuatu yg positif yg lebih tinggi yaaaa. Semangaattt
BalasHapusWow. Teruslah meggapai sesuatu yg positif yg lebih tinggi yaaaa. Semangaattt
BalasHapus