Kenalkan aku Rosiy, laki-laki berusia 20 tahun yang tinggal di tengah-tengah padatnya penduduk Surabaya. Disini aku ingin berbagi sedikit cerita mengenai peran kesetaraan gender yang ada di keluarga kecilku. Tanpa aku sadari penerapan kesetaraan gender sudah diajarkan oleh kedua orang tuaku sejak kecil. Di rumah sederhana, tinggalah aku, ayah, ibu dan kedua adikku.
Mereka mengajarkanku tentang pelajaran hidup yang sangatlah berarti. Mengajarkan betapa pentingnya menghargai sesama. Tidak pandang usia, jenis kelamin maupun strata. Terlebih akan pembagian tugas akan laki-laki dan perempuan. Ibuku tak canggung untuk membantu mencari nafkah. Begitu sebaliknya, ayahku tak risih melakukan pekerjaan rumah yang identik dengan pekerjaan perempuan. Seperti halnya mencuci pakaian kotor, mencuci piring dan gelas kotor. Ini salah satu bentuk kecil penerapan kesetaraan gender yang aku rasakan sendiri dalam keluargaku.
Sebagai laki-laki, aku pun senang ketika diajak ibu ke pasar yang notabene sangat jarang laki-laki pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan dapur. Boro-boro belanja ke pasar, menginjakkan kaki ke pasar pun aku yakin banyak laki-laki yang jarang melakukannya. Aku pun sempat diejek teman-temanku ketika saat menjumpai diriku dengan tas kresek merah besar yang aku tenteng dari pasar. Apa yang salah?
Aku masih ingat betul ketika duduk di bangku SMP aku selalu dibangunkan ibuku pagi-pagi untuk membelanjakan kebutuhan bahan untuk berjualan. Saat itu kedua orang tuaku membuat jajanan pasar dan dititipkan warung-warung pinggir jalan. Hebatnya mereka berdua saling membantu dalam hal menyiapkan dagangannya. Ibuku yang membuat adonan, ayahku yang menggorengnya.
Ketika ayahku bekerja larut malam ia menyempatkan untuk membawa pulang, bungkusan berupa mie goreng kesukaan anak-anaknya. Sesampainya di rumah, dibangunkannya aku dan kedua adikku. Walau mata masih mengantuk, tapi kami masih bisa menghabis semua makanan tersebut. Ini salah satu bentuk kecil rasa sayang ayah kepada anak-anaknya. Walau sudah lelah bekerja, ia masih mengingat anak-anaknya di rumah.
Kesetaraan gender akan terjadi di keluarga bilamana satu sama lain dapat membagi tugas masing-masing. Sehingga pemerataan beban keluarga dapat dipikul bersama. Hal-hal kecil seperti ini mungkin terlihat sepele di mata kita. Tetapi ternyata, sesungguh kesetaraan gender sudah ada meskipun tidak begitu kentara. Meski, masih ada yang diskriminasi gender yang membuat suatu konflik sosial yang tak ada ujungnya.
Lantas apa yang perlu kita lakukan? Sederhana. Kita harus paham betul pembagian dan peran gender satu sama lain. Kita tidak menuntut lebih kepada lawan jenis kita. Atau bahkan kita tidak boleh merendah ketika lawan jenis dapat melebihi kemampuan kita. Semuanya sama. Semuanya saling mengisi. Kita setara.
Kita harus bangga akan apa yang telah diberikan oleh Tuhan kepada kita. Menghargai sesama, menghargai perbedaan, menghindari perselisihan. Akanlah indah duniaku ini.
Inilah potret keluarga kecil, bagaimana dengan keluargamu? Sudahkah sama atau bahkan lebih setara lagi.